SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU FALAK
Posted by Murdani, diambil dari buku "Sejarah Perkembangan dan Biografi Astronomi Islam" karangan Teungku Mustafa Isa dan Murdani Abdul Wahab.
A.
Dasar dan Pakar Pertama Ilmu Falak
Ilmu falak, merupakan ilmu yang sudah tua, yang
dikenal oleh manusia, bangsa-bangsa Mesir, Mesopotamia, Babilonia dan Tiongkok,
sejak abad ke-20 sebelum masehi telah mengenal dan mempelajari ilmu falak ini.
yang dikenal dengan ilmu perbintangan.
Ilmu falak merupakan salah satu cabang ilmu yang
berkembang diatas permukaan jagat raya ini dari masa silam sampai sekarang,
bahkan dimasa yang akan datang. Ilmu ini terus berkembang serta lebih mudah
lagi cara mempelajari dan menghitungnya, dibandingkan dengan masa yang lalu,
karena alat yang dipergunakannya lebih canggih dan modern.
Secara garis besar, ilmu Falak secara ilmiah disebut
dengan ilmu Astronomi yang dibagi dalam dua periode.[1]
a)
Masa sebelum Nabi Muhammad Shalallahu `alaihi wa
sallam, dan para ahli ilmu ini disebut dengan ‘Ulama Mutaqaddimin.
b)
Masa sesudah Nabi Muhammad Shalallahu `alaihi wa
sallam, dan para ahlinya disebut dengan ‘Ulama Mutaakhirin yang
diperiodesasikan dalam dua masa, yaitu ilmu Falak pada masa peradaban Islam dan
ilmu Falak pada masa Peradaban Eropa.
Dasar ilmu ini adalah dari nabi Idris Alaihissalam.
Masa inilah disebut ‘Ulama Mutaqaddimin. Allah Ta’ala memberikan-Nya sebagai Mukjizat untuk
menandingi para penyihir pada waktu itu. Beliaulah pencetus pertama ilmu ini,
dan kemudian dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Istharib.[2]
Kemudian dilanjutkan oleh bangsa Sumeria sekitar tahun
4500 Sebelum Masehi. Sesudah mereka, diteruskan oleh bangsa Babilonia (Iraq
Selatan), Numa Pompilus[3] dan
Aristoteles (384-322 SM). Kemudian sekitar abad ke-12 SM, di negeri Tiongkok,
ilmu falak telah banyak mengalami kemajuan-kemajuan. mereka telah mampu
menghitung kapan akan terjadinya gerhana, serta menghitung peredaan
bintang-bintang.
Sekitar abad ke-4 SM, di negeri Yunani yang sementara berada
di zaman keemasannya ilmu pengetahuan, ilmu falak telah mendapat kedudukan yang
sangat penting dan luas. Hingga abab ke-2 Masehi, muncul seorang ahli bintang
di Iskandaria (Mesir) keturunan bangsa Yunani yaitu Claudius Ptolomeaus (90-168
Masehi).
Mereka berpendapat, bahwa bumi ini tetap tidak bergerak,
sedangkan matahari, bulan dan semua planet beredar mengelilingi bumi.[4]
B.
Astronom Masa Peradaban Islam
Pada masa kejayaan Islam yaitu masa Bani Abbasiyah, ilmu
Falak semakin berkembang. Masa inilah disebut dengan ‘Ulama Mutaakhirin. Banyak para ahli
astronomi Islam pada saat itu, yang diantaranya:
-
Muhammad
bin Ibrahim Al Farazi (wafat 796 M)
-
Abu
Ja’far Muhammad bin Musa Al Khawarizmi (780 - 847 M)
-
Abu
Masyar Al Falaki (w. 885 M)
-
Abu
Bakar Al Hasan bin Al Hasib (w. 893 M)
-
Ibnu
Jabr Al Battani (858-929 M)
-
Maslamah
Abu Qasim Al Majriti (905-1007 M)
-
Ali bin
Yunus (w. 1009 M)
-
Abdurrahman
Al Biruni (w. 1048 M)
-
Ibrahim
bin Az Zarqali (1029-1089 M)
-
Nashiruddin
Al Thusi (1201-1274 M)
-
Ulugh
Bek (w. 1420 M)
Semua ahli astronomi Islam yang telah tersebut diatas,
mereka berpendapat bahwa bumi ini tetap dan semua benda-benda langit, matahari,
bulan, bintang dan planet-planet lainnya beredar mengelilingi bumi, sama dengan
pendapat yang telah dikemukakan oleh Aristoteles dan Claudius Ptolomeaus.[5]
C.
Astronom Masa Peradaban Eropa
Setelah delapan abad Islam jaya dengan perkembangan ilmu
falaknya, pusat perkembangan ilmu ini mulai mundur dan beralih ke Eropa dengan
diterjemahkannya buku atau kitab ilmu falak yang ditulis orang muslim ke dalam
bahasa Eropa.
Hingga sekarang umat Islam sangat jauh tertinggal dan
jarang kita dapati ahlinya yang benar-benar memahami ilmu astronomi ini,
dibandingkan dengan para astronom Eropa.
Salah satu penyebab mundurnya ummat Islam dalam ilmu ini
adalah karena pemeluknya tidak mau mempelajari dan mengkaji lebih dalam ilmu ini,
ditambah lagi dengan dibakarnya perpustakaan Islam, dan tidak sedikit pula buku
dan kitab-kitab yang ditulis oleh para ilmuan Islam disembunyikan oleh orang
yang non Islam dan bangsa Eropa, termasuk karangan-karangan yang telah disusun
oleh para Ulama dan pakar-pakar Falaky Islam yang telah kami sebutkan di
atas.
Masa keemasan ilmu astronomi pada zaman ini, dimulai
dengan diterjemahkan buku dan kitab-kitab ilmu Falak berbahasa Arab yang
dikarang oleh pakar Islam ke dalam berbagai bahasa di Eropa saat itu, di
antaranya yaitu kitab “Al-Mukhtashar fi Hisabil Jabr wal Muqabalah”
dan kitab “Suratul Aradl” kedua kitab ini adalah karya Al-Khawarizmi.
Karya Abu Ma’syar yang bernama “Al-Madkhalul Kabir”
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh John dari Seville dan Gerard dari
Cremona. Selain itu, tabel bintang-bintang karya Al-Zarqali diterjemahkan oleh
Ramond dari Marsceilles. “Tabril Al-Maghesti” karangan Al-Battani
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Plato dan ke dalam bahasa Inggris oleh
Alphonson X.[6]
Sehingga muncul para ahli astronomi seperti:
-
Nicolas
Copernicus (1473 – 1543 M) dari Polandia
-
Galileo
Galilei (1564 – 1642 M), dan
-
Johannes
Kepler (1571 – 1630 M) dari Jerman
Mereka berpendapat bahwa bumi ini berputar mengelilingi
matahari yang dikenal dengan Heliosentris. Sedangkan pendapat yang
mengatakan matahari mengelilingi bumi adalah dinamakan dengan Geosentris.
Nicolas Copernicus mengarang satu buku yang bernama “Revolutionibus Orbium
Celestium”, dalam buku ini dia mengemukakan bahwa peredaran semua
benda-benda langit pada manzilahnya masing-masing.
Ilmu Falak secara historis sudah begitu populer sejak
zaman klasik, bahkan dalam sejarah Islam pakar-pakar Ilmu Falak lebih unggul
berbanding pakar ilmu Falak dari Barat. Al-Khawarizmi seorang Astronom Muslim
mampu menghasilkan kelender untuk lima ribu tahun ke depan, sedangkan para
Astronom Barat hanya mampu menghasilkan kelender dalam jangka lima ratus tahun
ke depan.
Keunggulan Astronom Muslim tersebut diakui oleh pihak
Barat, karena memang bangsa Barat berhutang budi dengan orang-orang Islam,
lebih-lebih dengan pusat peradaban Muslim di Bagdad. Akan tetapi perkembangan
Ilmu Falak pada masa sekarang dikalangan ummat Islam sangat mundur dan para
ahlinya pun sangat sedikit, karena sebagian mereka menganggap bahwa belajar dan
mempelajari ilmu ini hukumnya tidak dibolehkan oleh syara'.
D.
Ahli Ilmu Falak di Nusantara
Di zaman sekarang ilmu Falak sudah menjadi satu disiplin
ilmu yang berdiri sendiri dan semakin maju serta dijadikan sebagai salah satu
mata pelajaran wajib pada sebagian lembaga pendidikan. Adapun perkembangannya
di Nusantara ini dan di seluruh tanah Melayu (Asean) dari sekian lama ilmu ini
sudah masuk ke lembaga pendidikan, baik pendidikan agama Islam ataupun umum
seperti Fakultas Syari'ah pada Sekolah Tinggi Agama Islam dan IAIN baik negeri
maupun swasta, yang dijadikannya sebagai mata kuliah wajib, perkembangannya
sangat mundur dibandingkan dengan diluar negeri. Sedangkan lembaga pendidikan
Islam yang lain misalnya Pesantren/Dayah ilmu ini tidak dimasukkan sebagai mata
pelajaran wajib, kecuali pada beberapa pesantren/dayah tertentu saja.
Disiplin ilmu Falak di Indonesia berdasarkan tingkat
keakurasian dapat diklasifikasikan ke dalam lima sistem hisab, yaitu meliputi :
a)
sistim Hisab 'Urufi,
b)
sistim Hisab Taqribi,
c)
sistem Hisab Haqiqi Taqribi,
d)
sistim Hisab Haqiqi Tahqi, dan
e)
sistim Hisab Haqiqi Kontemporer (moderen).
Urutan klasifikasi di atas menunjukkan tingkat kesempurnaan dan keakurasian
data perhitungan dalam Ilmu Falak (Hisab).
Sistem hisab
ini dibedakan berdasarkan metode dan sistim yang digunakan berkaitan dengan
tingkat ketelitian dan hasil perhitungan yang diperoleh.
a)
Hisab 'Urfi
adalah hisab yang melandasi perhitungannya dengan kaidah-kaidah sederhana. Pada
sistem hisab ini perhitungan bulan qamariyah ditentukan berdasarkan umur
rata-rata bulan sehingga dalam setahun qamariyah umur dibuat bervariasi 29 dan
30 hari. Bulan bernomor ganjil yaitu mulai Muharram berjumlah 30 hari dan bulan
bernomor genap yaitu mulai Shafar berumur 29 hari. Tetapi khusus bulan
Zulhijjah pada tahun kabisat qamariyah berumur 30 hari. Oleh sebab itulah maka
hisab ini tidak bisa dijadikan acuan untuk penentuan awal bulan yang berkaitan
dengan ibadah misalnya Ramadhan, Syawwal dan Zulhijjah.
b)
Hisab
Taqribi adalah sistem hisab dengan menggunakan kaidah-kaidah
astronomis dan matematik, namun masih menggunakan rumus-rumus sederhana,
sehingga hasilnya kurang teliti. Sistem hisab ini merupakan warisan para
ilmuwan falak Islam masa lalu dan hingga sekarang masih menjadi acuan hisab di
banyak pesantren di Indonesia, bahkan sistim haqiqi yang berkembang sekarang
didasarkan dan berpedoman pada tiori taqribi ini.
Hasil
hisab taqribi akan sangat mudah dikenali saat penentuan ijtima’ dan tinggi
hilal menjelang 1 Ramadhan, Syawwal dan Zulhijjah yaitu terlihatnya selisih
yang cukup besar terhadap hitungan astronomis modern. Beberapa kitab falak yang
berkembang di Indonesia yang masuk dalam kategori Hisab Taqribi misalnya; Sullamu
al Nayyirain, Ittifaq Dzatil Bainy, Al
Qawaid al Falakiyah dsb.
c)
Hisab Haqiqi
Taqribi adalah sistim hisab yang menggunakan kaidah-kaidah
astronomis dan matematik serta menggunakan rumus-rumus terbaru yang dilengkapi
dengan data-data astronomis terbaru pula sehingga memiliki tingkat ketelitian
yang tinggi. Sedikit kelemahan dari sistim hisab ini adalah pengunaan
kalkulator yang mengakibatkan hasil hisab kurang sempurna, karena banyak
bilangan yang terpotong akibat didgit kalkulator yang terbatas. Beberapa sistem
hisab haqiqi taqribi yang berkembang di Indonesia diantaranya: Hisab Hakiki,
Tadzkirah al Ikhwan, Badi’ah al Mitsal dan Menara Kudus, Al Manahij al
Hamidiyah, Al Khulashah al Wafiyah, dan sebagainya.
d)
Hisab Haqiqi
Tahqiqi sebenarnya hisab ini merupakan pengembangan dari sistim
hisab haqiqi taqribi, tetapi hisab ini memiliki tingkat akursi yang sangat
tinggi sehingga mencapai derajat "pasti". Tiori ini merupakan
kemajuan bagi perkembangan sisitim hisab di Indonesia. Sebab hisab ini sudah
dilakukan perhitungan dengan menggunakan komputer yang siap pakai. Diantara
sistim hisab tersebut misalnya : Al-Falakiyah, Nurul Anwar dan
lain-lain.
e)
Hisab Haqiqi
Kontemporer yaitu sistim hisab yang mengunakan
alat bantu komputer yang canggih serta mengunakan rumus-rumus yang lebih akurat
dari sistim hisab sebelumnya, rumus ini dikenal dengan istilah algoritma
serta beberapa diantaranya sudah dibuat dalam bentuk software (program) yang
lebih siap pakai dari sistim hisab haqiqi taqribi. Tiori ini seperti Jean Meeus, New Comb, Brown, Almanac Nautica,
Astronomical Almanac, Mawaqit, Ascript, Astro Info dan sebagainya.
Tiori ini
merupakan kemajuan bagi perkembangan sistem hisab di Indonesia. Sebab sistem
hisab ini ternyata sudah melakukan perhitungan menggunakan kalkulator, komputer
serta beberapa diantaranya sudah dibuat dalam bentuk software (program)
komputer yang siap pakai.
Para pakar
falak dan astronomi selalu berusaha menyempurnakan rumus-rumus untuk menghitung
posisi benda-benda langit hingga pada tingkat ketelitian yang pasti. Hal ini
tentunya hanya bisa dibuktikan dan diuji saat terjadinya peristiwa-peristiwa
astronomis seperti terbit matahari, terbenam matahari, terbit bulan, terbenam
bulan, gerhana matahari, gerhana bulan,
posisi bintang dan peristiwa astronomis yang lain.
Penentuan arah qiblat, waktu shalat dan awal bulan konon
lagi bulan Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah yang masing-masing untuk menentukan
mulai puasa dan berhari raya serta penentuan tarikh yang disebut juga dengan
penanggalan, semua ini adalah pekerjaan besar yang menjadi kewajiban bagi ummat
Islam untuk menyelesaikannya. Keberadaan ummat Islam yang tersebar di seluruh
penjuru dunia, mengakibatkan posisi arah qiblat, waktu shalat serta awal bulan
dan gerhana selalu berbeda, karena berbeda tempat dan dasar-dasar
perhitungannya. Dalam permasalahan tersebut, keberadaan Ilmu Falak dan Ilmu
Hisab sangat menentukan. Maka usaha untuk mempelajari dan mengembangkannya
juga sama penting dengan fungsi yang telah diberikan itu.
Hal ini menjadi tantangan bagi lembaga pendidikan ini
untuk melahirkan kader dan anak didiknya yang memiliki pengetahuan tentang Ilmu
Falak. Para pengurus lembaga pendidikan dan instansi atau lembaga terkait
lainnya adalah ujung tombak untuk pengembangan ilmu ini dan menjadi tanggung
jawab supaya mengetahui dan mengembangkannya kepada generasi penerus, baik
dalam hal penyusunan kurikulum, penggunaan metode belajar, kualitas pengajar
dan persediaan bahan-bahan bacaan serta fasilitas lainnya yang lengkap. Dengan
kata lain, mereka berkewajiban menyediakan sarana dan prasarana untuk proses
pembelajaran Ilmu Falak tersebut dan mengembangkannya.
Di Nusantara ini banyak para ahli Falak, sejak masa
penjajahan Belanda sampai sekarang, diantaranya[7]:
v Dari Aceh :
Jika kita
tinjau dari segi perkembangan ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh para
ulama pada masa awal penyiaran agama Islam, Ilmu Falak masuk ke Nusantara ini
bersamaan dengan masuknya agama Islam ke negeri ini yaitu dari Aceh, karena
Aceh merupakan daerah pertama masuk Islam ke Nusantara, kemudian baru
berkembang keseluruh tanah air misalnya Jawa, Sulawesi, Kalimantan dan
lain-lain. Begitu juga halnya dengan Ilmu Falak. Berikut beberapa pakar
Falakiyah Aceh saat itu:
1.
Syaikh
Abbas ( 1456 – 1477)
2.
Syaikh
H. Muhammad Hasan Krueng Kale (1886-1973
3.
Abu
Syaikh Tsaman Mesjid Raya Banda Aceh
4.
Teungku
Muhammad Shalih Lambaro Banda Aceh
5.
Tuanku
Abdullah Meulaboh (1950 M)
6.
Teungku
H Hasan Samalanga
7.
Teungku
H. Usman Makam Geurugok (1909-1993)
8.
Teungku
Muhammad Ali Arsyad, Teupin Raya Pidie (1921-2003 M)
9.
Teungku
Muhammad Isa Mulieng, Aron. (1927-1997 M)
10. Teungku
Hasyem Bardan Lampoh Tuah Grong-grong
11. Teungku
Muhammad Yusuf Padang Tiji, Pidie
12. Teungku
Muhammad Basyah Hasypi, Bireuen (1939-1987 M)
v
Dari
Medan, Sumatera Utara:
1.
Drs. T.
M. Ali Muda (1942 – 2005)
2.
Ust
Arifin Isa
3.
Dr.
Lahmuddin Nasution, M.Ag
4.
Drs. Abdul Halim
v
Dari
pulau Jawa:
1.
Syaikh
Abdurrahman Al Misri (1896 M)
2.
Syaikh Usman
bin Abdullah bin Aqil Betawi (abad ke 19 M)
3.
Muhammad
Manshur bin Abdul Hamid bin Muhammad Darimi Al batawy, Jakarta 1925 M)
4.
Zubair
Umar Al jailani, Kelahiran Bojonegoro dan menetap di Salatiga
5.
Syekh
Muhammad Muhadjirin Amsar Ad-Dary
6.
K.H.
Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah, Yogyakarta, w. 1923)
7.
K.H.
Ahmad Badawi (Yogyakarta, w. 1969)
8. Saaduddin Jambek, Kelahiran
Padang dan menetap di Jakarta
9. H. Abdur Rachim ( Panarukan,
3 Februari 1935)
10. Muhyiddin Khazin (Salatiga, 19 Agustus 1956)
11. Thomas Djamaluddin (Purwokerto, 23 Januari 1962)
v
Dari pulau Kalimantan:
1. Syaikh Muhammad Arsyad Al
Banjari (Lahir di Martapura, 15 Shafar 1122 H/19 Maret
1710 M)
Buku-buku
karangan Zubair Umar Al jailani dan Saaduddin Jambek menjadi pegangan dan
rujukan para ahli hisab dan ahli falak sesudahnya yang ada di negeri ini.
Bahkan karangan keduanya dijadikan dasar untuk membuat rumus-rumus ilmu falak
yang dikembangkan melalui calculator, Casio Personal Computer dan
Laptop.
[1] Tgk. Muhammad
Isa Mulieng, Al-Ikhtsharu Al-Falaky, (Darussalam:
Labuhan Haji, 1957 M/1377 H.) hal. 15.
[2] Lihat Kitab
Taju al-Muluk.
[3] Bangsa
Numa Pompilus hidup pada masa berdirinya kerajaan Roma, yaitu sekitar tahun 753
Sebelum Masehi.
[4] Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak
Dalam Tiori dan Praktek, (Yokyakarta: Buana Pustaka, 2004), hal. 24.
[7] Buletin
Majelis Permusyawaratan Ulama Kabupaten Aceh Utara, Nida’ Al-Islam, Triwulan
III 2009, (Lhokseumawe: Badan Penerbitan dan Penyiaran MPU Aceh Utara). Hal. 38

Tidak ada komentar:
Posting Komentar