Teungku Muhammad Isa Mulieng, Aron. (1927-1997 M)
Riwayat Keluarga
Nama aslinya Muhammad Isa bin teungku Imum Buhan bin
Teungku Imum Ibrahim bin Teungku Haji Lemak bin Teungku Haji Penghulu. Menurut
berita yang kami terima dari pendahulu kami, salah satunya dari Drs. T. M. Ali
Muda (Ahli Falaq dari Medan), beliau mengatakan bahwa Teungku Haji Penghulu
berasal dari Gujarat, India. Dia bersama saudara dan temannya merantau ke Aceh
untuk berniaga dan berdakwah.
Ibu Teungku Muhammad
Isa bernama Teungku Ni Binti Teungku Lebee Muda. Teungku Ni adalah kakak dari Teungku Hamzah bin Teungku Leubee
Muda. Teungku Hamzah ini mengajar ilmu agama di rumahnya sendiri yang nantinya
cikal bakal lahirnya Dayah Darul Falah.
Teungku Muhammad Isa
diluar Aceh Utara, beliau dikenal dengan Teungku Muhammad Isa Mulieng. Beliau adalah
anak bungsu dari sembilan bersaudara.
Tempat Kelahirannya
Teungku Muhammad Isa
dilahirkan pada tahun 1927 Masehi di Gampong Meunasah Pulo Kayee Adang
Keureutoe (nama waktu dulu) dan sekarang berubah namanya menjadi Gampong Pulo
Blang Asan, kecamatan Syamtalira Aron kabupaten Aceh Utara Propinsi Aceh.
Pendidikannya
Sejak kecil beliau
sudah menjadi yatim, dididik dan tinggal bersama kakaknya Teungku Safuan binti
Teungku Imum Buhan dan didukung oleh keluarganya yang lain. Dengan berkat asuhan serta bimbingan ibu dan semua saudaranya yang
lain, beliau dapat menamatkan pendidikan umum pada sekolah Belanda di Simpang
Dama Kereutoe tahun 1939 M. Sekarang sekolah ini masuk dalam wilayah Kecamatan
Tanah Pasir kabupaten Aceh Utara. Kemudian Beliau melanjutkan pendidikannya
pada Pendidikan Islam Bustanul Ma’arif Blang Jruen selesai pada tahun 1943 M.
Karena situasi tidak
mengizinkan untuk melanjutkan pendidikannya pada waktu itu karena pergolakan
melawan penjajahan Belanda dan Jepang, beliau sempat menganggur beberapa tahun.
Dalam masa itu dan juga waktu sebelumnya, beliau bersama gurunya dan masyarakat
ikut berjihad dan berperang melawan penjajahan Belanda dan Jepang.
Sebelum beliau keluar
kabupaten dalam hal menuntut ilmu, Teungku Muhammad Isa sempat nyantri di
Pesantren Cot Trueng Bungkaih Kecamatan Muara Batu - Aceh Utara, pimpinannya waktu
itu Teungku Abubakar Ali atau sering dipanggil dengan Teungku Cot Kuta
(1896-1971). Beliau disana lebih kurang selama lima tahun.
Pada pertengahan tahun
1956 Masehi, beliau masuk ke Pesantren Ulee Titi Aceh Besar, Banda Aceh, yang
pimpinannya waktu itu adalah Teungku Ishak, lebih kurang selama setahun. Disini
dia menyempatkan diri untuk mempelajari ilmu Falak dan Ilmu Hisab pada Teungku
Syeikh Saman dan Teungku Muhammad Shaleh lambaro, disamping beliau menuntut
ilmu-ilmu agama lainnya pada Ulama di sana, diantaranya Teungku Haji Hasan
Krueng Kale dan Teungku Haji Ishak Pimpinan Pesantren Ulee Titi.
Pada pertengahan tahun
tanggal 18 Mei 1957 M, Teungku Muhammad Isa pindah dari Dayah Ulee Titi ke Pesantren Darussalam Labuhan Haji, Aceh
Selatan untuk mendalami ilmu yang telah dimilikinya. Selama tiga tahun di sana,
beliau mempelajari ilmu agama pada gurunya, yaitu Pimpinan Dayah Darussalam Teungku
Syeikh Haji Muhammad Wali Al-Khalidy dan beberapa guru yang lain, seperti
Teungku H. Abdullah Hanafi Birueun (Abu Tanoh Mirah) yang masa itu dipanggil
dengan Tgk. Bireuen dan Teungku H. Abdul ’Aziz Shaleh Jeunieb (Abon Samalanga) yang
semasa menyantri disana Abon Aziz dikenal dengan Tgk. Jeunieb.
Di Pesantren Labuhan
Haji ini al-marhum di gelar dengan Teungku Muhammad Isa al-Falaky. Kemudian
pada pertengahan tahun tepatnya tanggal 6 Juni 1960 M, beliau pindah ke Dayah
Thaiyibah Islamiyah Matang Geutoe Idi Cut Aceh Timur selama dua tahun. Pada
waktu itu, Pimpinannya bernama Teungku Muhammad Thaib (1887-1967). Selanjutnya
pada pertengahan tahun 1962 masehi, beliau pulang dari Dayah Thaiyibah
Islamiyah Aceh Timur untuk mendirikan Pesantren di Kampung tempat kelahirannya.
Pengalaman
Organisasi
Dalam hal berpolitik
dan berorganisasi, menyalurkan aspirasinya untuk memajukan agama, negara dan
bangsa, beliau bergabung dalam beberapa organisasi. Diantaranya adalah
Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), sehingga pada tahun 1962 M. dia dipilih
dan diangkat menjadi Ketua organisasi ini ranting kecamatan Syamtalira Aron.
Kira-kira enam tahun
sebelum beliau meninggal dunia, ia terpilih dan dilantik oleh Pengurus Perti
Wilayah Propinsi Aceh sebagai Ketua Persatuan Tabiyah Islamiyah (Perti) Cabang Kab.
Aceh Utara, menggantikan Teungku H. Abdullah Hanafi Tanoh Mirah yang berpulang
ke-rahmatullah pada tahun 1989
Masehi.
Dalam periode ini
pula, beliau memegang jabatan Ketua Majlis Pertimbangan Partai Persatuan
Pembangunan (PPP) Cabang Aceh Utara yang sebelumnya adalah hanya sebagai
anggota. Selain itu, lebih dari 15 tahun, beliau duduk dalam Anggota Majlis Ulama
Indonesia (MUI) Kabupaten Aceh Utara, dan pada Majlis Ulama Indonesia Pembantu
Bupati Lhoksukon, almarhum sebagai anggota Majlis Dewan Pertimbangan
(Anggota Dewan Penasehat).
Selain berkecimpung di
beberapa organisasi tersebut, beliau juga termasuk dalam pengurus Pusat
Persatuan Dayah Inshafuddin, salah satu organisasi dayah yang ada di Aceh. Oleh
karena itu, Dayah Darul Falah yang beliau pimpin adalah satu dayah dari sekian
banyak dayah yang bernaung di bawah Persatuan Dayah Inshafuddin dan Persatuan
Tarbiyah Islamiyah (Perti).
Periode
Demi Periode Dayah Darul Falah
Beberapa bulan setelah
Teungku Muhammad Isa pulang dari Pesantren Madrasah Thaiyibah Matang Geutoe Idi
Cut-Aceh Timur, bersama masyarakat beliau mendirikan satu unit Balai Pengajian
(Tempat Belajar). tempat tersebut digunakannya sebagai Mushalla dan tempat
belajar ilmu agama bagi para santri dan masyarakat.
Di periode pertama tepatnya
pada malam Rabu tanggal 17 Juli 1962 M atau 16 Shafar 1382 H. Teungku Abubakar
Ali atau Teungku Cot Kuta yaitu Guru selama beliau belajar di Cot Trueng
Bungkaih Aceh Utara, meresmikan dan menepung tawari Balai yang didirikan
Teungku Muhammad Isa sebagai Pesantren atau Dayah tempat mempelajari ilmu
agama. Sekaligus beliau memberi nama dengan Pesantren Darul Falah.
Hari demi hari, santri
dayah ini terus bertambah, baik dari daerah sekitar dayah maupun dari luar
daerah aceh utara. Sehingga Teungku Abbas, mertua Teungku Muhammad Isa mengajak
para santri dan masyarakat untuk membangun beberapa asrama yang berbentuk
panggung yang relevan atau sesuai pada saat itu. Asrama tersebut terbuat dari
batang bambu, dinding dan atapnya dari pelepah dan daun rumbia. Kemudian pada
periode kedua yaitu tahun 1970-an, asrama dibangun lagi dengan tiangnya dari
pohon kayu yang lebih besar dan dindingnya terbuat dari papan.
Alumni-alumninya
Pada masa tersebut,
dengan berkat kegigihan dan keikhlasan Teungku Muhammad Isa dan mertuanya
Teungku Abbas, Pesantren ini telah banyak berkontribusi pada umat Islam.
Melahirkan generasi penerus bangsa, ada yang menjadi ulama dan pimpinan dayah, dan
ada juga yang berkerja di unsur pemerintahan pada akhir abad ke XX dan awal
abad ke XXI, seperti:
- Teungku H. M. Kasem TB (1939-2005) Pimpinan ke dua dayah Darul Istiqamah Bireuen.
- Teungku H. Abdullah Ibrahim Pimpinan Dayah Babul ‘Ulum Tanjong Bungong Ulee Gle sekaligus Ahli Hisab dan Ahli Falak Kab. Pidie.
- Drs. Teungku H. Mukhtar Wahab Ketua MPU Kabupaten Pidie periode perdana dan kedua tahun 2002-2012.
- Teungku Hasballah (1942-1995) Matang Teungoh Blang Jruen.
- Teungku Syamsuddin Abdullah, Abang kandung Teungku Syafari Abdullah Simpang Ulim Aceh Timur, bahkan beliaupun pernah menyantri di Dayah yang dipimpin Tgk. Muhammad Isa ini pada tahun 1960-an.
- Drs. Teungku H. Ali Alamsyah M.Ag salah seorang Kepala Bidang pada Dinas Syari’at Islam Nanggroe Aceh Darussalam pada permulaan terbentuk Dinas ini (awal tahun 2000).
- Drs. Ibrahim Bewa MA mantan Kepala Dinas Pendidikan Kab. Aceh Utara , dan ketua MPD Aceh Utara .
- Drs. H. Ismail Ajie M.Si, mantan Kepala Dinas Pariwisata Kota Lhokseumawe .
- H. Sulaiman Basan, anggota Polda Nanggroe Aceh Darussalam yang pernah bertugas di Polres Banda Aceh, Polres Aceh Utara dan Sabang .
Pada periode ke tiga
tahun 1980-1990-an, asrama santri dibangun semi permanen, yang biayanya dari
bantuan swadaya masyarakat, Pemerintah Daerah dan Proyek Vital yang ada di Aceh
Utara, sehingga dapat dibangun 19 pintu asrama, satu Mushalla dan sejumlah
bangunan lainnya.
Sebagaimana periode
sebelumnya sudah ada alumninya yang menjadi cendikiawan, pada masa ketiga ini, juga
ada alumninya yang menjadi pimpinan pesantren atau dayah di tempatnya
masing-masing, diantaranya seperti:
- Teungku Darmis Muar, Pimpinan Pesantren Darul Ulum Koto Tangah Padang, Sumatera Barat.
- Teungku Dahlan Ismail, Pimpinan Madrasah Tarbiyah Islamiyah Dayah Nurul Falah Gampong Manyang Baroh Blang Asan Kec. Syamtalira Aron Kabupaten Aceh Utara.
Disamping mengajar dan
memimpin dayah ini, Teungku Muhammad Isa juga mengajar diluar dayah, seperti di
Majlis Ta’lim Pase Timur di Mesjid Baiturrahim Lhoksukon, di Mesjid Keude
Karieng Meurah Mulia dan di Mesjid Baiturrahman Alue Ie Puteh, yang pesertanya
adalah para Pimpinan Dayah/Pesantren dan Imam Mesjid yang ada di daerah
Pembantu Bupati Lhoksukon pada waktu itu.
Selain pada tiga
mesjid tersebut, beliau juga memimpin pengajian, zikir dan shamadiah mingguan
di Mesjid Baiturrahman Blang Asan Aceh Utara yaitu mesjid kampung beliau
sendiri, yang di mulainya pada permulaan tahun 1964 sampai akhir hayatnya.
Pengalaman
Falakiyah dan Karyanya
Teungku Muhammad Isa belajar
ilmu Falak pada Al-Fadhil Teungku
Muhammad Shalih di Madrasah Dayah Siren Lambaro Banda Aceh, Aceh Besar. Ia sebagai
guru tetapnya dalam Ilmu Falak dan beliau pula yang memberi Ijazah kepadanya
dalam hal ilmu ini. Selain pada Teungku Muhammad Shalih, Teungku Muhammad Isa
Mulieng berguru pula pada Al-Mukarram Abu Syaikh Tsaman di Banda Aceh,
dengan kitab yang dipelajarinya yaitu Majmu’u Fi ‘Ilmi Al-Falaki
karangan Maulana Sayid Syally. Beliau juga sempat belajar ilmu ini pada Abu
Hasan Krueng Kale.
Dengan sebab situasi
pada waktu itu sangat sederhana, kitab yang beliau pelajari pun sangat sukar didapatkan,
bahkan di toko kitab sekali pun, maka Teungku Muhammad Isa harus menulis kitab
yang dipelajarinya itu dengan tangannya sendiri. Sehingga kitab karangannya
diberi nama dengan Ikhtisharu Al-Falaky.
Isi kandungan kitab
tersebut adalah kutipan dari kitab yang beliau pelajari, misalnya Majmu’u fi
‘Ilmi Al-Falaky dan Aizhun Niyam serta sedikit diringkaskan dan juga
ditulis di dalamnya catatan penting yang berhubungan dengan Ilmu Falak, ilmu
Fiqh dan lainnya. Misalnya hukum perayaan maulid nabi dengan membaca qasidah,
Tanya-Jawab dari umat kepada Abuya Syekh H. Muhammad Wali Al-Khalidy dan
risalah perdebatan diantara Abuya dengan Teungku Syeikh H. Muhammad Thaib
Jeunieb tentang berpuasa dengan hisab atau ru’yah.
Kemudian, dengan kitab
Ikhtisharu Al-Falaky itulah Teungku Muhammad Isa mengajarkan kepada
santri-santri yang belajar ilmu ini di lembaga yang dipimpinnya sendiri yaitu
Dayah Darul Falah dan di tempat-tempat lain.
Karya tangannya yang
lain yaitu ‘Jadwal Waktu Sembahyang untuk
selama-lamanya’ yang sampai sekarang di sebagian tempat masih digunakan
oleh umat untuk mengetahui awal masuk waktu shalat.
Keahlian dan kegemaran
beliau dalam ilmu ini didukung oleh pamannya yang bernama Teungku Imum Kasem
yang semasa hidupnya pun banyak masyarakat yang bertanya padanya tentang kapan
mulai puasa, waktu turun ke sawah, pasang-surut, dan lain yang berhubungan
dengan perjalanan matahari dan bulan.
Akhir
Hayatnya
Selama lebih kurang 35
tahun memimpin Pesantren Darul Falah pada tanggal 23 Ramadhan 1417 H atau 31
Januari 1997 M, beliau berpulang kerahmatullah
di rumah kediamannya, yaitu rumah tempat Teungku Hamzah bin Teungku Leubee Muda
mengajar pendidikan agama kepada umat. Setelah santri dayahnya dan warga
masyarakat muslim setempat melaksanakan shalat tarawih, yaitu tepatnya pada
malam Sabtu pukul 21:50 WIB, Teungku Muhammad Isa meninggalkan dunia ini untuk
selama-lamanya. Beliau menderita penyakit tumor ganas yang beberapa bulan
sebelum bulan Ramadhan tahun tersebut sudah sembuh dan pada permulaan puasa
tahun itu juga, penyakit itu kambuh kembali.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar