SHILAH BIN ASY-YAM AL-‘ADAWI
(Ahli Ibadah Yang Pemberani, Singa Tunduk Padanya, Mati Syahid Berdua
Putranya)
Kisah
ini sangat menarik sekali, sekaligus mengharukan. Betapa tidak? Bagaimana
terkoleksi pada seorang tokoh dua sifat; seorang yang ahli ibadah tapi juga
pemberani di medan perang. Ia menjadi rebutan para komandan pasukan Islam dalam
peperangan mereka karena keberanian dan doanya. Ia bernasib mujur karena
mendapatkan isteri yang ahli ibadah pula dan seorang putra yang pemberani.
Kekhusyu’an shalatnya tidak terpengaruh oleh kedatangan singa yang hendak
menerkamnya bahkan singa itu kemudian tunduk padanya… Kisah selanjutnya
bagaimana, silahkan menikmati!
“Shilah Bin Asy-yam
al-‘Adawi menuntut ilmu dari sebagian besar sahabat dan mencontoh cara hidup
halal dan akhlak mereka,” (Ucapan al-Ashbahaani)
Shilah ibn Asyam
al-‘Adawi seorang ahli ibadah dari para ahli ibadah malam...seorang pejuang
dari para pejuang siang.
Apabila kegelapan
telah menutupkan tirainya ke alam semesta dan manusia terlelap dalam tidur...ia
pun bangkit dan menyempurnakan wudlu, kemudian ia berdiri di mihrabnya dan
masuk dalam shalatnya serta mendapatkan suka cita dengan Rabbnya.
Maka, bersinarlah
cahaya ilahi dalam dirinya, menyinari bashirahnya ke penjuru dunia... memperlihatkannya
akan ayat-ayat Allah di ufuk.
Disamping itu
semua, ia adalah orang yang hobby membaca al-Qur’an di waktu fajar. Apabila
sepertiga malam terakhir telah tiba, ia mencondongkan bengkaunnya kepada
juz-juz al-Qur’an... Mulailah (lidahnya) mentartil ayat-ayat Allah yang jelas
dengan suara merdu dan suara tangisan. Terkadang ia mendapatkan kelezatan al-Qur’an
yang menyentuh ke dalam hatinya dan mendapatkan ketakutan kepada Allah dengan
akal jernihnya.
Pada sisi lain, ia
merasakan al-Qur’an berisi ancaman yang memecah hatinya... Shilah ibn Asyam
tidak pernah bosan dari ibadahnya ini sekalipun. Tidak ada bedanya apakah di
rumahnya atau dalam perjalanan, di saat sibuk atau di saat waktu luangnya.
Ja’far ibn Zaid
menghikayatkan, “Kami keluar bersama salah satu dari pasukan muslimin dalam
sebuah perang ke kota “Kabul“ (ibukota Afghanistan, terletak dekat sungai
Kabul) dengan harapan Allah akan memberikan kemenangan kepada kami. Dan adalah
Shilah ibn Asyam berada di tengah pasukan.
Ketika malam telah
menutupkan tirainya–dan kami berada di tengah perjalanan-, para pasukan
menurunkan bekalnya dan menyantap makanannya lalu menunaikan shalat ‘Isya... Mereka
kemudian pergi menuju ke kendaraannya mencari kesempatan untuk istirahat di
sisinya...
Maka, aku melihat
Shilah ibn Asyam pergi menuju ke kendaraannya sebagaimana mereka pergi. Ia lalu
meletakkan pinggangnya untuk tidur sebagaimana yang mereka lakukan.
Aku lantas berkata
dalam hati, “Dimanakah yang orang-orang riwayatkan tentang shalatnya orang
ini dan ibadahnya serta apa yang mereka sebarkan tentang shalat malamnya hingga
kakinya bengkak?! Demi Allah, aku akan menunggunya malam ini hingga aku melihat
apa yang dikerjakannya.”
Tidak lama setelah
para prajurit terlelap dalam tidurnya...hingga aku melihatnya bangun dari
tidurnya dan berjalan menjauh dari perkemahan, bersembunyi dengan gelapnya
malam dan masuk ke dalam hutan yang lebat dengan pepohonannya yang tinggi dan
rumput liar. Seakan-akan belum pernah dijamah sejak waktu yang lama. Aku berjalan
mengikutinya...
Sesampinya ia di
tempat yang kosong, ia mencari arah kiblat dan menghadap kepadanya. Ia
bertakbir untuk shalat dan ia tenggelam di dalamnya...aku melihatnya dari
kejauhan. Aku melihatnya berwajah berseri...tenang anggota badannya dan tenang
jiwanya. Seakan-akan ia menemukan seorang teman dalam kesepian, (menemukan)
kedekatan dalam jauh dan cahaya yang menerangi dalam gelap.
Di saat dia
demikian...tiba-tiba muncul kepada kami seekor singa dari sebelah timur hutan.
Setelah aku merasa aku merasa yakin darinya, bahwa yang datang itu macan,
hatiku serasa copot saking takutnya. Aku lalu memanjat sebatang pohon yang
tinggi untuk melindungiku dari ancamannya. Singa tersebut terus saja mendekat
kepada Shilah ibn Asyam, sedangkan ia tenggelam dalam shalatnya hingga jaraknya
tinggal beberapa langkah saja darinya... Dan demi Allah ia tidak menoleh
kepadanya...tidak mempedulikannya...
Tatkala ia sujud,
aku berkata, “Sekarang (saatnya) ia akan menerkamnya.” Ketika ia bangkit
dari sujudnya dan duduk, singa itu berdiri di hadapannya seakan-akan
memperhatikannya.
Ketika ia salam
dari shalatnya, ia memengkaung kepada singa itu dengan tenang... dan
menggerakkan kedua bibirnya dengan ucapan yang tidak aku dengar. Dan tiba-tiba
saja singa tersebut berpaling darinya dengan tenang, dan kembali ke tempat
semula. Di saat fajar telah terbit, ia bangkit untuk menunaikan shalat fardlu.
Kemudian ia mulai memuji Allah SWT dengan pujian-pujian yang aku belum pernah
mendengar yang sepertinya sekalipun.
Ia kemudian berdoa,
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadaMu agar menyelamatkan aku dari
neraka...Apakah seorang hamba yang berbuat salah seperti aku berani untuk
memohon surga kepadaMu?!” Ia terus saja mengulang-ulangnya hingga ia
menangis dan membuatku ikut menangis.
Kemudian ia kembali
ke pasukannya tanpa ada seorang pun yang tahu. Nampak di mata orang-orang,
seakan-akan ia baru bangun dari tidur di kasur. Sedangkan aku kembali dari
mengikutinya, dan aku merasa (lelah dari) begadang malam...badan penat...dan
ketakutan terhadap singa...dan apa-apa yang Allah Maha Tahu dengannya.
Di samping itu
semua, Shilah ibn Asyam tidak pernah membiarkan satu kesempatan dari
kesempatan-kesempatan mauidzah dan peringatan kecuali ia memanfaatkannya. Dan
metodhe dakwahnya adalah ia menyeru kepada jalan Rabbnya dengan hikmah dan
mauidzah hasanah. Jiwa-jiwa yang lari ia condongkan (dekatkan)...hati-hati yang
keras ia lemahkan (lunakkan).
Di antaranya, bahwa
ia pernah keluar ke daratan di tanah Bashrah untuk khalwah (menyepi) dan beribadah...
Lalu sekelompok pemuda yang akan bersenang-senang melewatinya... Mereka
bermain-main...bersendau gurau dan bergembira... Ia (Shilah) menyalami mereka
dengan halus... Dan dengan lembut ia berkata kepada mereka, “Apa yang kalian
katakan tentang suatu kaum yang ber’azam untuk safar karena suatu urusan besar,
hanya saja mereka di waktu siang berbelok dari jalan untuk berbuat sia-sia dan
bermain-main....dan di waktu malam mereka tidur untuk istirahat. Maka kapankah
kalian melihat mereka menyelesaikan perjalanannya dan sampai di tempat
tujuan?!”
Dan ia terbiasa
mengucapkan kalimat tersebut di saat itu dan pada saat yang lain... Pada suatu
ketika ia bertemu dengan mereka dan ia mengucapkan kata-katanya tersebut kepada
mereka... Maka, salah seorang pemuda dari mereka bangkit dan berkata, “Sesungguhnya
dia –demi Allah- tidak memaksudkan perkataannya kepada siapapun selain kita.
Kita di siang hari bermain-main....dan di malam hari tidur...”
Kemudian pemuda
tersebut memisahkan diri dari teman-temannya dan mengikuti Shilah ibn Asyam
sejak hari itu. Ia terus menemaninya hingga kematian menjemputnya.
Di antaranya pula,
bahwa pada suatu siang ia pernah pergi bersama sekelompok sahabatnya kepada
suatu tujuan. Lalu lewatlah di depan mereka seorang pemuda yang menakjubkan dan
bagus penampilannya.... Pemuda tersebut memanjangkan kain celananya hingga ia
menyeretnya di tanah seperti orang sombong... Para sahabatanya lalu bermaksud
(melakukan tindakan) terhadap pemuda tersebut, mereka ingin mencemoohnya dengan
perkataan dan memukulnya dengan keras...
Maka Shilah berkata
kepada mereka, “Biarkan aku, yang akan menyelesaikan urusannya.” Ia
mendekati pemuda tersebut dan berkata dengan kelembutan seorang ayah yang penuh
sayang... dan bahasa seorang sahabat yang jujur, “Wahai anak saudaraku,
sesungguhnya aku punya hajat kepadamu.”
Pemuda itu
berhenti, dan berkata, “Apa itu wahai paman?” Ia berkata, “Hendaklah kamu mengangkat
kainmu, sesungguhnya yang demikian itu lebih suci untuk pakaianmu... lebih
bertakwa kepada Rabbmu...dan lebih dekat dengan sunnah Nabimu.” Dengan rasa
malu pemuda itu berkata, “Ya, dengan senang hati...” Kemudian ia segera
mengangkat kainnya.
Shilah berkata
kepada sahabatnya, “Sesungguhnya yang seperti ini lebih baik daripada apa
yang kalian inginkan...kalau seenaknya kalian memukulnya dan mencemoohnya
niscaya ia akan memukul dan mencemooh kalian...dan tetap membiarkan kainnya
menjulur menyapu tanah.”
Pada suatu kali
seorang pemuda dari Bashrah mendatangainya dan berkata, “Wahai Abu
ash-Shahbaa, ajari aku apa-apa yang telah Allah ajarkan kepadamu.” Maka
Shilah tersenyum dan berseri wajahnya, dan ia berkata, “Sungguh kamu telah
mengingatkan aku -wahai anak saudaraku- tentang kenangan lama yang tidak aku
lupakan... dimana pada saat itu aku seorang pemuda sepertimu... Aku mendatangi
orang yang tersisa dari sahabat Rasulullah SAW, dan aku berkata kepada mereka,
“Ajarilah aku apa-apa yang telah Allah ajarkan kepada kalian.”
Mereka berkata, “Jadikanlah
al-Qur’an sebagai penjaga jiwamu dan kebun hatimu. Dengarkan nasehatnya dan
nasehatilah kaum muslimin dengannya. Perbanyaklah berdoa kepada Allah SWT
semampumu.”Anak muda itu berkata, “Berdoalah untukku, semoga engkau
dibalasi dengan kebaikan.” Ia menjawab, “Semoga Allah menjadikanmu
senang (antusias) untuk memperoleh yang kekal (akhirat)... dan menjadikanmu
zuhud terhadap yang fana (dunia)... dan menganugrahkan keyakinan kepadamu yang
mana jiwa menjadi tenang kepadanya, dan dibutuhkan kepadanya dalam agama.”
Shilah memiliki
seorang misan perempuan bernama “Mu’âdzah Al-‘Adawiyah.” Dia adalah seorang
tabi’in sepertinya. di mana ia pernah bertemu dengan ummul mukminin ‘Aisyah RA dan
mengambil ilmu darinya. Kemudian al-Hasan al-Bashri –semoga Allah mengharumkan
ruhnya- berjumpa dengannya dan mengambil (ilmu) darinya. Ia seorang wanita yang
bertakwa dan suci... taat ibadah dan zuhud.
Di antara
kebiasaannya adalah apabila malam tiba, ia berkata, “Bisa jadi ini adalah
malam terakhir bagiku, maka janganlah kamu tidur hingga pagi....” Dan
apabila siang tiba, ia berkata, “Mungkin ini adalah hari terakhir bagiku,
maka janganlah pinggang ini merasa tenang hingga sore.” Di musim dingin, ia
mengenakan pakaian yang tipis sehingga rasa dingin menghalanginya untuk condong
kepada tidur dan berhenti dari ibadah. Ia menghidupkan malamnya dengan shalat
dan banyak beribadah.
Apabila rasa kantuk
mengalahkannya ia berjalan berputar-putar di rumahnya dan berkata, “Wahai
jiwa, di depanmu ada tidur panjang...besok kamu akan tidur panjang di
kuburan...entah di atas penyesalan atau di atas kesenangan. Maka pilihlah untuk
dirimu wahai Mu’aadzah pada hari ini apa yang kamu sukai agar kamu besok
menjadi apa.”
Shilah ibn Asyam
walaupun begitu kuat dalam beribadah dan begitu tinggi zuhudnya tidaklah ia
membenci sunnah Nabinya SAW (dalam hal menikah), ia lalu meminang anak
perempuan pamannya (misannya) “Mu’aadzah” untuk dirinya.
Ketika hari
disandingkannya ia kepada Shilah, keponakan laki-lakinya mengurusinya dan
membawanya ke kamar mandi kemudian memasukkannya menemui istrinya di rumah yang
diberi wewangian... Setelah keduanya bersama-sama, ia berdiri shalat dua rakaat
sunnah, ia (istrinya) berdiri shalat dengan shalatnya dan mengikutinya. Kemudian
sihir shalat menarik keduanya hingga keduanya berlanjut shalat bersama hingga
fajar menjadi terang.
Di pagi harinya,
keponakannya datang menemuinya dan berkata, “Wahai paman, anak perempuan
pamanmu telah disandingkan kepadamu, lalu kamu berdiri shalat sepanjang malam
dan kamu meninggalkannya.” Ia menjawab, “Wahai anak saudaraku... sesungguhnya
kemarin kamu telah memasukkan aku ke sebuah rumah yang dengannya kamu telah
mengingatkan aku kepada neraka...kemudian kamu memasukan aku ke tempat lain
yang dengannya kamu mengingatkan aku kepada surga...Pikiranku terus saja memikirkan
keduanya hingga pagi.”
Anak muda itu
berkata, “Apa itu wahai paman?!” Ia menjawab, “Sungguh kamu telah
memasukkan aku ke kamar mandi, maka hawa panasnya telah mengingatkan aku akan
panas neraka...kemudin kamu memasukkan aku ke rumah pengantin, sehingga bau
harumnya mengingatkan aku kepada wangi surga...”
Shilah ibn Asyam
bukan hanya orang yang banyak khasyah kepada Allah dan banyak bertaubat, ahli
ibadah dan zuhud semata. Disamping itu ia adalah seorang penunggang kuda
(prajurit) yang kuat dan pahlawan yang berjihad. Sedikit sekali medan
pertempuran yang mengenal seorang pemberani yang lebih kuat darinya...lebih
kuat jiwanya...dan lebih tajam tebasan pedangnya. Sehingga para panglima
muslimin berlomba-lomba untuk menariknya kepada (pasukan) mereka.
Setiap dari mereka
ingin memperoleh kemenangan dengan keberadaannya di perkemahannya, agar dengan
karunia keberaniannya ia memetik kemenangan besar yang dicita-citakan.
Ja’far ibn Zaid
meriwayatkan, ia menuturkan, “Kami keluar dalam suatu peperangan. Dan
bersama kami ada Shilah ibn Asyam dan Hisyam ibn ‘Aamir...Ketika kami telah
bertemu musuh, Shilah dan sahabatnya melesat dari barisan kaum muslimin dan
keduanya menerobos kumpulan musuh, menusuk dengan tombak dan membabat dengan
pedang, sehingga keduanya memberi pengaruh yang besar terhadap front depan
pasukan. Maka sebagian panglima musuh berkata kepada sebagian yang lain, “Dua
orang tentara muslimin telah menurunkan (menimpakan) kepada kita hal seperti
ini, bagaimana jadinya apabila mereka seluruhnya memerangi kita? Tunduklah
kalian kepada hukum muslimin dan tunduklah dengan taat kepada mereka.”
Pada tahun 76 H,
Shilah ibn Asyam keluar dalam sebuah peperangan bersama pasukan muslimin menuju
negeri Maa waraaun nahri[1] dan
ia ditemani oleh anaknya. Ketika kedua pasukan saling berhadapan, dan perang
semakin berkecamuk.
Berkatalah Shilah
kepada anaknya, “Wahai anakku...majulah dan perangilah musuh-musuh Allah
sehingga jika kamu syahid, aku akan mengharap pahalanya dari Allah Dzat yang
tidak akan pernah hilang titipan-titipan di sisi-Nya.” Pemuda tersebut
melesat memerangi musuh layaknya anak panah yang melesat dari busurnya, ia
terus saja bertempur hingga jatuh tersungkur syahid.
Tidak berlangsung
lama, sehingga ayahnya pergi mengikutinya. Ia terus berjihad sehingga mati
syahid di sampingnya. Ketika berita kematian keduanya sampai ke Bashrah, para
wanita segera menemui “Mu’aadzah al-Adawiyah” untuk menghiburnya. Ia lalu
berkata kepada mereka, “Apabila kalian datang untuk mengucapkan selamat
kepadaku, maka selamat datang atas kalian...namun apabila kalian datang untuk
hal lain, maka kembalilah dan semoga kalian dibalasi dengan kebaikan...”
Semoga Allah
menjadikan wajah-wajah yang mulia ini berseri... Dan semoga Allah membalasinya
dengan kebaikan atas Islam dan Muslimin. Sejarah manusia tidak mengenal yang
lebih bertakwa dan lebih suci darinya.
RUJUKAN:
Sebagai
tambahan tentang Shilah bin Asy-yam, lihat:
1. Ath-Thabaqatul Kubra oleh Ibn Sa’d: 7/134
2. At-Tarikhul Kabir: 4/321
3. Al-Kuna: 2/13
4. Al-Jarh wat Ta’diil: 4/447
5. Hilyatul Auliyaa: 2/237
6. Usdul Ghaabah: 4/34
7. Tarikhul Islam: 3/19
8. Al-Bidayah wan Nihayah: 9/15
9. Al-Ishabah: 2/200
10. Thabaqat Khalifah dan Shifatush Shafwah oleh Ibnul
Jauzi
[1] Negeri “Maa
Waraun Nahri” adalah negeri-negeri yang saat ini terletak di Turkistan yang
di jajah oleh Rusia dan menghitungnya bagian dari negerinya.
Best casinos in Las Vegas, NV - MapYRO
BalasHapusThe Wynn casino and hotel is 파주 출장안마 one of the most popular resorts in the Las Vegas 충청북도 출장샵 Strip, and is a 포항 출장샵 great addition 김제 출장안마 to the Fremont Street 광양 출장샵 Experience.