Tiga Kecerdasan dalam Pendidikan
Proses pembelajaran yang berkualitas adalah sebuah proses pembelajaran yang mampu mengorkestrasi multiple intelligence yang dimiliki pembelajar. Sebuah institusi pendidikan yang mampu menyelenggarakan proses pembelajaran berkualitas, maka akan melahirkan output yang berkualitas pula. Jika hanya satu kecerdasan yang ditumbuhkembangkan oleh sebuah institusi pendidikan, maka institusi tersebut hanya memberikan sedikit bekal hidup kepada peserta didiknya. Karena berdasarkan hasil temuan peneliti Daniel Goleman, bahwa kontribusi IQ terhadap keberhasilan hidup seseorang paling banyak hanya 20 %, sementara 80 % ditentukan oleh faktor lain yang terhimpun dalam kecerdasan emosional. (Gordon Dryden & Jeannette Vos. Revolusi Cara Belajar I. Bandung: Kaifa, 2000)
Dengan demikian, paling tidak ada tiga kecerdasan yang harus diorkestrasi dalam sebuah proses pembelajaran agar menghasilkan output yang berkualitas, yaitu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Kecerdasan anak yang menjadi bawaan lahir hanyalah kecerdasan Intelektual, sementara kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual dapat ditumbuh-kembangkan melalui pendidikan. Jika delapan puluh persen keberhasilan hidup seseorang ditentukan oleh kecerdasan emosi dan spiritual, dan hanya dua puluh persen ditentukan oleh kecerdasan intelektual, berarti kecerdasan intelektual hanya sebagian kecil dari kunci keberhasilan hidup seseorang.
Dengan demikian maka dunia pendidikan memiliki peluang yang cukup besar untuk mengantarkan keberhasilan hidup seseorang. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana meningkatkan dan mengembangkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual, dengan tetap tidak mengabaikan peningkatan dan pengembangan kecerdasan intelektual dalam sebuah proses pembelajaran, terutama melalui Pendidikan Islam. Pada kenyataannya, pembelajaran materi pendidikan Islam di lembaga-lembaga pendidikan Perguruan Tinggi Islam, selama ini masih mengarah pada pengelolaan kecerdasan intelektual pembelajar, dan belum menyentuh atau sangat sedikit pada aspek kecerdasan emosional dan spiritual. Proses pembelajaran materi Pendidikan Islam lebih menggunakan pendekatan doktriner melalui ceramah-ceramah, padahal kecerdasan emosional dan spiritual tidak dapat ditumbuhkembangkan hanya dengan ceramah-ceramah di kelas saja, namun melalui ajakan dan contoh konkrit, juga melalui pembiasaan-pembiasaan.
Bukti lain bahwa materi pembelajaran hanya mengelola kecerdasan intelektual saja adalah dari hasil evaluasi hasil belajar yang dilakukan oleh para pengajar. Mereka (para pengajar) memberikan nilai angka 7, 8, 9 atau bahkan 10 pada seorang pembelajar berdasarkan mampu tidaknya para pelajar menjawab soal-soal ujian yang hanya mampu mengukur kecerdasan intelektual saja. Banyak orang pintar, tapi “moralitas” tidak ada. Padahal tujuan utama diberikannya pendidikan agama tidak terbatas pada pengembangan aspek intelektual saja, tetapi menyeluruh meliputi tiga aspek kecerdasan tersebut.
Oleh karena itu, perlu dicari sebuah model Pendidikan Islam yang mampu mengorkestrasi tiga kecerdasan sekaligus, intelektual, emosional dan spiritual. Mudah-mudahan lembaga Pendidikan Islam yang berbasis Dayah Mampu mencetak generasi “Insan Kamil” sebagaimana generasi awal Sahabat dan Tabiin... walau tidak sama, paling tidak mendekati...Wallahu a’lam. Posted by Murdani bin Abdul Wahab.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar