PERMASALAHAN
TETANGGA DAN ADAB-ADAB BERTETANGGA
الحمدلله ربّ العالمين والصّلاة والسّلام على نبيّنا محمّد وعلى آله وصحبه
أجمعين , أماّبعد:
Alhamdulillah, pada kesempatan ini
kembali kita dapat membahas tentang “tetangga” dan adab-adabnya. Semoga artikel
ini dapat bermanfaat terutama buat pembuat blog ini dan pembaca semua. Selamat
membaca dan mengamalkan.
Pembahasan:
1.
Memilih Tetangga Sebelum Memilih Rumah.
2.
Memuliakan Tetangga.
3.
Memuliakan Teman.
4.
Wasiat Tentang Tetangga.
5.
Dosa
Orang yang Tetangganya Tidak Aman dari Gangguannya.
6.
Larangan Meremehkan Hadiah Dari Tetangga.
7.
Barang Siapa Beriman Kepada Allah Dan Hari Akhir Maka
Jangan Menyakiti Tetangga.
8.
Hak Tetangga Yang
Lebih Dekat Pintunya.
Memilih
Tetangga Sebelum Memilih Rumah.
Karena
pentingnya masalah ini, semestinya dibahas secara tersendiri sehingga agak
lebih mendetail.
Tetangga pada
zaman kita sekarang ini, memiliki pengaruh yang tidak kecil terhadap tetangga
di sebelahnya. Karena saling berdekatannya rumah-rumah dan berkumpulnya mereka
dalam flat-flat, kondominium atau apartemen.
Rasulullah Shallallahu‘alaihi
wasallam mengabarkan, empat hal termasuk kebahagiaan, di antaranya tetangga
yang baik. Beliau juga menyebutkan empat
hal termasuk kesengsaraan, di antaranya tetangga yang jahat. Karena bahayanya
tetangga yang jahat ini, Rasulullah Shallallahu‘alaihi wasallam
berlindung kepada Allah daripadanya dengan berdoa:
"Ya
Allah, aku berlindung kepadaMu dari tetangga yang jahat di rumah tempat
tinggal, karena tetangga nomaden (hidup berpindah-pindah, termasuk di dalamnya
kontrak beberapa waktu, pent) akan pindah".
Rasulullah Shallallahu‘alaihi
wasallam memerintahkan umat Islam untuk berlindung pula daripadanya dengan
mengatakan:
"Berlindunglah
kalian kepada Allah dari tetangga yang jahat di rumah tempat tinggal, karena
tetangga yang nomaden akan berpindah daripadamu".
Dalam catatan
kecil ini, tentu tak memadai untuk menjelaskan secara rinci tentang pengaruh
tetangga jahat terhadap suami istri dan anak-anak, berbagai gangguan
menyakitkan daripadanya, serta kesusahan hidup bersebelahan dengannya. Akan
tetapi dengan mempraktekkan hadits-hadits yang telah lalu (dalam masalah
bertetangga) sudah cukup bagi orang yang mau mengambil pelajaran.
Mungkin di
antara jalan pemecahannya yang konkret yaitu - seperti yang dipraktekkan oleh
sebagian orang - dengan menyewakan rumah yang bersebelahan dengan tetangga
jahat tersebut kepada orang-orang yang sekeluarga dengan mereka, meski untuk
itu harus merugi dari sisi materi, karena sesungguhnya tetangga yang baik tak
bisa dihargai dengan materi, berapa pun besarnya.
Memuliakan
Tetangga.
Berbuat baik
kepada tetangga juga menjadi perhatian serius dalam ajaran Islam. Perhatikan
firman Allah Taala:
(#rßç6ôã$#ur
©!$# wur (#qä.Îô³è@
¾ÏmÎ/
$\«øx©
(
Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur
$YZ»|¡ômÎ) ÉÎ/ur
4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur
ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Í$pgø:$#ur
Ï
4n1öà)ø9$# Í$pgø:$#ur
É=ãYàfø9$# É=Ïm$¢Á9$#ur É=/Zyfø9$$Î/ Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# $tBur
ôMs3n=tB öNä3ãZ»yJ÷r&
3
¨bÎ) ©!$# w =Ïtä `tB
tb%2
Zw$tFøèC
#·qãsù ÇÌÏÈ
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya
dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa,
karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan
tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri. (Qs. An-Nisa:36).
Nabi pun
mengingatkan kita agar selalu berbuat baik kepada tetangga:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا زَالَ يُوصِينِي جِبْرِيلُ
بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ
Dari Aisyah ra berkata
keduanya, “ Jibril selalu menasihatiku untuk berlaku dermawan terhadap para
tetangga, hingga rasanya aku ingin memasukkan tetangga-tetangga tersebut ke
dalam kelompok ahli waris seorang muslim”. (H.R. Bukhari Muslim)
عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ
إِنَّ خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَوْصَانِي إِذَا طَبَخْتَ مَرَقًا فَأَكْثِرْ مَاءَهُ ثُمَّ انْظُرْ أَهْلَ
بَيْتٍ مِنْ جِيرَانِكَ فَأَصِبْهُمْ مِنْهَا بِمَعْرُوفٍ
Abu Dzarr ra berkata:
Bersabda Rasulullah SAW, “Hai Abu Dzarr jika engkau memasak sayur, maka
perbanyaklah kuahnya, dan perhatikan ( bagilah tetanggamu (H.R.
Muslim).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ
قَالُوا وَمَا ذَاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْجَارُ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ
بَوَائِقَهُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا بَوَائِقُهُ قَالَ شَرُّهُ
Abu Hurairah berkata:
Bersabda Nabi SAW, “Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi
Allah tidak beriman. Ditanya: Siapa ya Rasulullah? Jawab Nabi, “Ialah orang
yang tidak aman tetangganya dari gangguannya” (H.R. Bukhari, Muslim).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ
Abu Hurairah
berkata: Bersabda Nabi SAW “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir
hendaklah memuliakan tetangganya. (H.R. Bukhari, Muslim).
عن أَنَسِ بن مَالِكٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : مَا آمَنَ بِي مَنْ بَاتَ شَبْعَانًا وَجَارُهُ جَائِعٌ إِلَى
جَنْبِهِ وَهُوَ يَعْلَمُ بِهِ
“Dari Anas bin
Malik berkata: Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah termasuk beriman kepadaku
orang yang tidur dalam keadaan kenyang sedangkan tetangganya lapar dan dia
mengetahui hal tersebut” (H.R.Thabrani dan Baihaqi).
Hak-hak ketetanggaan tidak ditujukan bagi tetangga
kalangan muslim saja. Tentu saja tetangga yang muslim mempunyai hak tambahan
lain lagi yaitu juga sebagai saudara (ukhuwah Islamiyah). Tetapi dalam hubungan
dengan hak-hak ketetanggaan semuanya sejajar.
Berbuat baik
dan memuliakan tetangga adalah pilar terciptanya kehidupan sosial yang
harmonis. Apabila seluruh kaum muslimin menerapkan perintah Allah Taala dan
Nabi SAW ini, sudah barang tentu tidak akan pernah terjadi kerusuhan, tawuran
ataupun konflik di kampung-kampung dan di desa-desa.
Beberapa kiat
praktis memuliakan tetangga adalah:
1.
Sering-seringlah bertegur sapa,
tanyailah keadaan kesehatan mereka.
2.
Berikanlah kepada mereka
sebagian makanan
3.
Bawakan sekadar buah tangan buat
mereka, apabila kita bepergian jauh.
4.
Bantulah mereka apabila sedang
mengalami musibah ataupun menyelenggarakan hajatan.
5.
Berikanlah anak-anak mereka
sesuatu yang menyenangkan, berupa makanan ataupun mainan.
6.
Sesekali undanglah mereka makan
bersama di rumah.
7.
Berikanlah hadiah kaset, buku
bacaan yang mendorong mereka untuk lebih memahami Islam.
8.
Ajaklah mereka sesekali ke dalam
suatu acara pengajian atau majelis ta’lim, atau pergilah bersama memenuhi suatu
undangan walimah (apabila mereka juga diundang)
Memuliakan Teman.
Memuliakan
teman berarti menjaga dan menunaikan hak-hak mereka. Abdullah Nasih ‘Ulwan
dalam kitab Tarbiyatul ‘awlaad fil Islam menyebutkan bahwa hak-hak
tersebut adalah:
1.
Mengucapkan
salam ketika bertemu.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلَا
تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا أَفَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى أَمْرٍ إِذَا
فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ
Dari Abu Hurairah ra
berkata: Rasulullah saw.bersabda: “Kalian tidak akan masuk surga sebelum kalian
beriman, dan kalian tidak akan beriman sebelum kalian saling mencintai. Maukah
kalian aku tunjukkan kepada sesuatu yang apabila kalian kerjakan, niscaya
kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian”. (H.R.
As-Syaikhani)
2.
Menjenguk
Teman Ketika Sakit
عَنْ أَبِي مُوْسَى الأَشْعَرِيِّ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ، قَالَ : قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
: « عُوْدُوا الْمَرِيْضَ ، وَأَطْعِمُوْا الْجَائِعَ ، وَفَكُّوْا الْعَانِيَّ
Al Bukhari
meriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy’ari bahwa
Rasulullah saw bersabda, “Jenguklah orang yang sakit; beri makanlah
orang yang lapar dan lepaskanlah orang yang dipenjara”.
عن أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى
الْمُسْلِمِ خَمْسٌ رَدُّ السَّلَامِ وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعُ
الْجَنَائِزِ وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ
Asy-Syaikhani meriwayatkan
dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah
saw. bersabda; Hak seseorang Muslim terhadap Muslim lainnya ada lima; Menjawab
salam, menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah, memenuhi undangan dan
mendoakan orang yang bersin”.
3.
Mendoakan
Ketika Bersin
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ
فَلْيَقُلْ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَلْيَقُلْ لَهُ أَخُوهُ أَوْ صَاحِبُهُ يَرْحَمُكَ
اللَّهُ فَإِذَا قَالَ لَهُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَلْيَقُلْ يَهْدِيكُمُ اللَّهُ
وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ
Al-Bukhari meriwayatkan
dari Abu Hurairah r.a. Bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Apabila salah seorang
di antara kamu bersin, hendaklah ia mengucapkan, Al-Hamdu li’l-lah (segala puji
bagi Allah), dan saudaranya atau temannya hendaknya mengucapkan untuknya,
YarhamukalLah (semoga Allah
mengasihimu)’ Apabila teman atau saudaranya tersebut mengatakan, YarhamukalLah (semoga Allah
mengasihimu), kepadanya, maka hendaklah ia mengucapkan, YahdikumulLah wa
yushlihu balakum.
4.
Menziarahi
karena Allah
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ عَادَ مَرِيضًا أَوْ زَارَ أَخًا لَهُ فِي
اللَّهِ نَادَاهُ مُنَادٍ أَنْ طِبْتَ وَطَابَ مَمْشَاكَ وَتَبَوَّأْتَ مِنْ
الْجَنَّةِ مَنْزِلًا
Ibnu Majah dan At-Tarmidzi
meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barang
siapa menjenguk orang sakit atau berziarah kepada seorang saudara di jalan
Allah, maka ia akan diseru oleh seorang penyeru “Hendaklah engkau berbuat baik,
dan baiklah perjalananmu, (karenanya) engkau akan menempati suatu tempat di
surga”.
5.
Menolong
ketika kesempitan
عن عَبْدِ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ وَمَنْ كَانَ فِي
حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ
كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ
وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Asy-Syaikhani meriwayatkan
dari Ibnu Umar ra, bahwa Rasulullah saw.
bersabda; “Seorang muslim itu adalah saudara bagi muslim lainnya, ia tidak
boleh berbuat zalim kepadanya dan tidak boleh menyia-nyiakannya (membiarkan,
tidak menolongnya). Barang siapa menolong kebutuhan saudaranya maka Allah akan
menolong kebutuhannya, barang siapa menyingkirkan suatu kesusahan dari seorang
muslim, niscaya Allah akan menyingkirkan darinya suatu kesusahan di antara
kesusahan-kesusahan hari kiamat. Dan barang siapa menutupi (aib) seorang
muslim, niscaya Allah akan menutupi (aib)nya pada hari kiamat”
6.
Memenuhi
undangannya apabila ia mengundang
عن أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى
الْمُسْلِمِ خَمْسٌ رَدُّ السَّلَامِ وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعُ
الْجَنَائِزِ وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ
Asy-Syaikhani meriwayatkan
dari Abu Hurairah ra , bahwa Rasulullah
saw. bersabda; Hak seseorang Muslim terhadap Muslim lainnya ada lima; Menjawab
salam, menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah, memenuhi undangan dan
mendoakan orang yang bersin”
7.
Memberikan
ucapan selamat
Ad-Dailami
meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, “Barang
siapa bertemu saudaranya ketika bubar dari shalat Jum’ah, maka hendaklah ia
mengucapkan “Semoga (Allah) menerima (amal dan do’a) kami dan kamu.
8.
Saling
memberi hadiah
تَهَادَوْا تَحَابُّوا
At-Thabrani
meriwayatkan dalam Al Ausath dari Nabi saw, bahwa beliau bersabda, “Saling
memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai”
تَهَادَوْا، فَإِنَّ الْهَدِيَّةَ تُضْعِفُ الْحُبَّ،
وَتَذْهَبُ بِغَوَائِلِ الصَّدْرِ.
Ad-Dailami meriwayatkan dari Anas secara marfu’, “Hendaklah kalian saling memberi hadiah karena
hal itu dapat mewariskan kecintaan dan menghilangkan kedengkian-kedengkian”
Imam Malik di dalam Al Muwaththa’
meriwayatkan, “Saling
bermaaf-maafkanlah, niscaya kedengkian akan hilang. Dan saling memberi
hadiahlah kalian niscaya kalian akan saling mencintai dan hilanglah
permusuhan.”
Wallahu a’lam
WASIAT TENTANG TETANGGA.
عَنْ عَائِشَةَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
مَا زَالَ يُوصِينِي جِبْرِيلُ بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ رواه البخاري . ومسلم . وأبو داود . وابن ماجه . الترمذي
Dari Aisyah
ra, dari Nabi Muhammad saw bersabda: Tidak henti-hentinya Jibril memberikan
wasiat kepadaku tentang tetangga sehingga aku menduga bahwa ia akan memberikan
warisan kepadanya. (HR Al Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah dan At
Tirmidzi).
Penjelasan:
يُوْصِيْنِي بِالْجَارِ Berwasiat kepadaku tentang tetangga, tanpa dibedakan kafir atau
muslim, ahli ibadah atau ahli ma’siat, setia atau memusuhi, kenal baik atau
masing asing, menguntungkan atau merugikan, keluarga dekat atau orang lain,
dekat rumah atau jauh.
حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ
Sehingga aku menyangka bahwa ia akan mewarisi, ia menyuruhku -berdasarkan
perintah Allah-, bahwa tetangga itu mewarisi tetangga lainnya, dengan
menjadikannya bersama-sama dalam harta, sesuai dengan bagian yang ditentukan
dalam pembagian waris.
Al Bukhari
meriwayatkan juga hadits ini dari Jabir ra, dari Rasulullah SAW dengan kalimat:
" مَا زَالَ جِبْرِيْلُ يُوْصِيْنِي بِالْجَارِ حَتَّى
ظَنَنْتُ أَنَّهُ يَجْعَلُ لَهُ مِيْرَاثاً "
Tidak
henti-hentinya Jibril memberikan wasiat kepadaku tentang tetangga sehingga aku
menyangka ia menjadikan warisan harta tertentu baginya.
At Thabrani
meriwayatkan dari Jabir ra dari Nabi Muhammad saw bersabda:
" الْجِيْرَانُ ثَلاَثَةٌ : جَارٌ لَهُ حَقٌّ ، وَهَوُ
الْمُشْرِكُ : لَهُ حَقُّ الْجِوَارِ ، وَجَارٌ لَهُ حَقَّانِ ، وَهُوَ
الْمُسْلِمُ : لَهُ حَقُّ الْجِوَارِ وَحَقُّ الإِسْلاَمِ ، وَجَارٌ لَهُ
ثَلاَثَةُ حُقُوْقٍ : جَارٌ مُسْلِمٌ لَهُ رَحِمٌ ، لَهُ حَقُّ الْجِوَارِ ،
وَالإِسْلاَمِ ، وَالرَّحِمِ
Tetangga itu
ada tiga macam: Tetangga yang hanya memiliki
satu hak, yaitu orang musyrik, ia hanya memiliki hak tetangga. Tetangga
yang memiliki dua hak, yaitu seorang muslim: ia memiliki hak tetangga dan hak
Islam. Dan tetangga yang memiliki tiga hak, yaitu tetangga, muslim memiliki
hubungan kerabat; ia memiliki hak tetangga, hak Islam dan hak silaturrahim.
Aisyah ra,
meriwayatkan tentang batasan tetangga, yaitu empat puluh rumah dari semua arah.
At Thabrani
meriwayatkan dengan sanad dhaif/lemah dari Ka’ab bin Malik Ra, dari Nabi
Muhammad Saw:
"
أَلاَ إِنَّ أَرْبَعِيْنَ دَارٍ جَارٌ "
“Ingatlah
bahwa empat puluh rumah itu adalah tetangga”
Pelaksanaan
wasiat kepada tetangga ini adalah dengan berbuat baik semaksimal mungkin,
sesuai kemampuan. Seperti: memberikan hadiah, memberi salam, berwajah
lepas/cerah ketika berjumpa, mencari tahu jika tidak kelihatan, membantunya
ketika memerlukan bantuan, mencegah berbagai macam gangguan, material maupun
inmaterial, menghendaki kebaikannya, memberikan nasihat terbaik, mendoakannya
semoga mendapatkan hidayah Allah, bermuamalah dengan santun, menutupi
kekurangan dan kesalahannya dari orang lain, mencegahnya berbuat salah dengan
santun –jika masih memungkinkan- jika tidak maka dengan cara menjauhinya dengan
tujuan mendidik, disertai dengan mengkomunikasikan hal ini agar tidak melakukan
kesalahan.
Hadits ini
dengan tegas menunjukkan tentang besarnya hak tetangga. Dan bahwa mengganggu
tetangga adalah di antara dosa besar.
DOSA ORANG YANG TETANGGANYA TIDAK AMAN DARI GANGGUANNYA
عَنْ أبي شُرَيْحٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قالَ: وَاللهِ لا يُؤْمِنُ وَاللهِ لا
يُؤْمِنُ وَاللهِ لا يُؤْمِنُ قِيْلَ: مَنْ يَا
رَسُوْلَ اللهِ؟ قالَ: الَّذِي لا يَأمَنُ
جَارُهُ بَوَائِقُهُ- رواه البخاري.
جَارُهُ بَوَائِقُهُ- رواه البخاري.
Dari Abu Syuraih ra, bahwa Nabi
Muhammad saw bersabda: Demi Allah seseorang tidak beriman, Demi Allah
seseorang tidak beriman, Demi Allah seseorang tidak beriman. Ada yang bertanya:
Siapa itu Ya Rasulullah? Jawab Nabi: Yaitu orang yang tetangganya tidak aman
dari gangguannya. (HR Al Bukhari)
Penjelasan:
وَاللهِ لاَ يُؤْمِنُ Diulang tiga kali, artinya tidak sempurna imannya, atau hilang
iman sama sekali bagi yang menganggapnya halal, atau ia tidak mendapatkan
balasan seorang mukmin sehingga dapat masuk surga sejak awal, atau pengulangan
ini untuk menegaskan dan memberatkan larangan.
قِيْلَ : مَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ Dalam Fathul Bari, Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, bahwa
dialah yang bertanya. Rasulullah saw menjawab:
الَّذِي لا يَأمَن جَارُهُ
بَوَائِقُهُ
Dari hadits
di atas dapat diambil pelajaran tentang pentingnya hak tetangga. Sehingga
Rasulullah saw harus bersumpah tiga kali, menafikan iman orang yang mengganggu
tetangganya, baik dengan ucapan maupun perbuatan.
LARANGAN MEREMEHKAN HADIAH DARI TETANGGA
عن أبي هُرَيْرَةَ
ـ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ـ قالَ : كَانَ النَّبِيُّ
ـ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
ـ يَقُوْلُ :
" يَا نِسَاءَ المُسْلِمَاتِ لا تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا وَلَوْ فِرْسَنَ شَاةٍ " . رواه البخاري ومسلم
" يَا نِسَاءَ المُسْلِمَاتِ لا تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا وَلَوْ فِرْسَنَ شَاةٍ " . رواه البخاري ومسلم
Dari Abu Haurairah ra berkata:
Nabi Muhammad Saw pernah bersabda: Wahai para wanita muslimah, janganlah ada
seorang tetangga yag meremehkan hadiah tetangganya meskipun kikil (kaki)
kambing. (HR Al Bukhari dan Muslim)
Penjelasan:
" جَارَةٌ
" هَدِيَّةً " لِجَارَتِهَا
"
tetangga memberikan hadiah pada tetangga lainnya. Atau meremehkan hadiah
dari tetangganya –Lam- bermakna –min- sehingga kemungkinan makna larangan itu
pada pemberi atau penerima,
" وَلَوْ
" كَانَتِ الْهَدِيَّةُ meskipun
hadiah itu berupa kaki kambing " فَرَسْنَ شَاةً " fa’ dibaca
kasrah, ra’ dibaca sukun/mati, adalah bagian kaki di atas telapak/tumit.
Larangan bagi tetangga meremehkan hadiah tetangganya, meskipun hadiah itu pada
umumnya kurang berguna, atau tidak berkenan dan tidak bernilai di hati. Dari
itulah tetangga dapat memberikan dan menerima hadiah yang ada meskipun kecil
nilainya. Hal ini lebih baik daripada tidak ada sama sekali. Dengan ini pula
kebiasaan memberikan hadiah dapat terus berlangsung antara tetangga, karena
dengan sesuatu yang murah dan mudah, dapat dilakukan dalam keadaan miskin
maupun kaya, dapat membuahkan rasa cinta dan kasih sayang. Dengan ini pula
tidak diperbolehkan bagi laki-laki meremehkan hadiah antara mereka. Penyebutan
larangan secara khusus pada wanita karena merekalah yang lebih cepat bereaksi
dalam cinta dan benci, sehingga mereka lebih berhak mendapatkan perhatian, agar
dapat menghindarkan diri dari larangan itu, menghilangkan kebenciaan antara
mereka dan mempertahankan rasa cinta antar mereka.
Dari hadits
ini dapat diambil pelajaran bahwa tidak diperbolehkan meremehkan hadiah untuk
mempertahankan rasa cinta antara mereka.
BARANG SIAPA BERIMAN KEPADA ALLAH DAN HARI AKHIR MAKA JANGAN MENYAKITI
TETANGGA
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ وَمَنْ
كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ وَمَنْ
كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ
لِيَصْمُتْ رواه البخاري ومسلم
، وابن ماجه
Dari Abu
Hurairah ra berkata: Rasulullah Saw bersabda: Barang siapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhir maka jangan menyakiti tetangganya. Dan barang siapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah menghormati tamunya. Dan
barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berkata baik atau
diam. (HR. Al Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah)
Penjelasan:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ "
أَيْ إِيْمَانًا كَامِلاً
Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir. Artinya: iman yang
sempurna.
Penyebutan
hanya pada iman kepada Allah dan hari akhir, tidak dengan kewajiban lainnya, karena
keduanya merupakan permulaan dan penghabisan. Maksudnya: Beriman dengan
Penciptanya dan hari akhir mendapatkan balasan amal baik dan buruknya.
فَلاَ يُؤْذِ جَارَهُ Maka jangan menyakiti
tetangganya.
Tidak
menyakiti tetangga itu bisa diaktualkan dengan mengulurkan kebaikan kepadanya,
mencegah hal-hal yang membahayakannya.
فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ Hendaklah memuliakan
tamunya, dengan menampakkan rasa senang, menyuguhkan hidangan yang tersedia dan
terjangkau.
فَلْيَقُلْ خَيْراً أَوْ لِيَصْمُتْ Hendaklah berkata baik atau diam
dari ucapan buruk. Sebab perkataan itu hanya dapat digolongkan menjadi dua
golongan, baik atau buruk.
Hadits ini
berisi tiga hal penting yang menjadi kemuliaan akhlak dalam perbuatan atau
perkataan. Dua pertama yang perbuatan itu adalah yang pertama berisi takhalliy
(pengosongan diri) dari sifat tercela, dan yang kedua tahalliy
(berhias diri) dengan akhlak mulia. Sedangkan yang ketiga berisi akhlaq
qauliyah (ucapan).
Kesimpulannya
bahwa kesempurnaan iman seseorang diukur dari kebaikannya kepada sesama makhluk
Allah, baik dalam tutur kata kebaikan maupun diam dari kalimat buruk, dan
melakukan apa yang sepatutnya dilakukan dan meninggalkan apa yang membahayakan;
antara lain adalah dengan tidak menyakiti tetangga.
Dari hadits
ini dapat diambil pelajaran bahwa tidak menyakiti tetangga adalah bukti
kesempurnaan iman seseorang kepada Allah dan hari akhir.
HAK TETANGGA YANG LEBIH DEKAT PINTUNYA
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ قُلْتُ يَا
رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِي جَارَيْنِ فَإِلَى أَيِّهِمَا أُهْدِي قَالَ إِلَى
أَقْرَبِهِمَا مِنْكِ بَابًا رواه البخاري
Dari Aisyah
ra berkata: Ya Rasulullah sesungguhnya aku memiliki dua tetangga, kepada
tetangga yang manakah aku berikan hadiah? Jawab Nabi: Kepada tetangga yang
pintu rumahnya lebih dekat denganmu. (HR Al Bukhari).
Penjelasan:
Hak tetangga
yang lebih dekat pintunya, artinya barang siapa yang pintunya lebih dekat maka
ia yang lebih berhak. Karena ia yang melihat apa yang keluar masuk dari rumah
tetangganya; berupa hadiah, dll, sehingga kemungkinan ada harapan dan
keinginan, berbeda dengan yang jauh pintunya.
Rasulullah Saw
menjawab : إِلِى أَقْرَبِهِمَا مِنْكَ بَاباً Kepada yang lebih dekat pintunya. Karena ia melihat
keadaan tetangga dan keperluannya. Tetangga yang lebih dekat yang lebih cepat
menyahut jika dipanggil, ketika tetangga sebelah memerlukan, terutama ketika
terlena.
Dari hadits
ini dapat diambil pelajaran bahwa hak tetangga mengikuti kedekatan pintunya,
yang lebih dekat pintunya yang lebih diprioritaskan dari sebelahnya, demikian
seterusnya.
Maraji’ (Referensi):
1.
Al Quran al Karim.
2.
Kitab/Buku hadits
Shohih Bukhori – Shohih Muslim.
3.
Taujihat Nabawiyah
karya Dr. Sayyid Nuh.
4.
Riyadhus Shalihin
Karya Imam Nawawi.
5.
Targhib dan Tarhib
Karya Mundziri.
Posted by Murdani bin Abdul Wahab on Monday, April, 3, 2017. 3:27 PM


Tidak ada komentar:
Posting Komentar